GENUS SELAGINELLA
Bangsa Selaginellales (paku rane, paku lumut) hanya terdiri atas satu suku Selaginellaceae dengan satu marga Selaginella yang seluruhnya meliputi kira-kira 700 jenis. Sporofit dari Selaginellales dalam beberapa hal menunjukkan persamaan dengan Lycopodiales. Ada jenis yang berukuran kecil mirip dengan lumut hati yang berdaun dan tumbuh diantara tumbuhan lumut, sehingga sering dinamakan juga paku lumut (Dasuki, 1991).
1. KLASIFIKASI
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Pteridophyta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi: Lycopodiophyta
Kelas: Lycopodiopsida
Ordo: Selaginellales
Famili: Selaginellaceae
Genus: Selaginella
Spesies: Selaginella doederleinii Hieron
Divisi: Lycopodiophyta
Kelas: Lycopodiopsida
Ordo: Selaginellales
Famili: Selaginellaceae
Genus: Selaginella
Spesies: Selaginella doederleinii Hieron
(Allaby, 1998)
2. DESKRIPSI MORFOLOGI ORGAN
a. Akar
Terdapat rizofora (pendukung akar) yang terletak di dekat percabangan batang. Rizofora berbentuk seperti batang, tidak berdaun , dan tidak berwarna. Rizofora tumbuh ke bawah menuju tanah dan pada ujungnya tumbuh akar (Dasuki, 1991).
b. Batang
Habitus bangsa Selaginellales ini hampir bersamaan dengan Lycopodiinae. Sebagian mempunyai batang berbaring dan sebagian berdiri tegak, bercabang-cabang menggarpu anisotom, tidak memperlihatkan pertumbuhan menebal sekunder. Ada yang tumbuhnya membentuk rumpun, ada yang memanjat dan tunasnya dapat mencapai panjang sampai beberapa meter (Tjitrosoepomo, 1994).
Selaginella memiliki batang merayap (prostrate) dan menjalar yang bercabang-cabang pada jarak pendek. Percabangannnya monopodial (yaitu titik tumbuh yang sama secara tetap merupakan titik tumbuh utama) walaupun dekat titik tumbuh itu tampaknya dikotomi. Batang memiliki banyak daun kecil-kecil yang dipisahkan oleh ruas yang jelas pada bagian yang lebih tua, tetapi berkelompok pada ujung pertumbuhan (Loveless, 1989).
c. Daun
Pada batang terdapat daun-daun kecil yang tersusun dalam garis spiral atau berhadapan dan tersusun dalam 4 baris. Cabang-cabang seringkali mempunyai susunan dorsoventral. Dari 4 baris daun itu yang dua baris terdiri atas daun-daun yang lebih besar dan tersusun ke samping, yang dua baris lagi terdiri atas daun-daun yang lebih kecil terdapat pada sisi atas cabang-cabang dan menghadap ke muka. Daun-daun itu hanya mempunyai tulang tengah yang tidak bercabang dan jarang-jarang memperlihatkan diferensiasi dalam jaringan tiang dan jaringan bunga karang (Tjitrosoepomo, 1994).
Pada bagian bawah sisi atas daun terdapat suatu sisik yang dinamakan lidah-lidah (ligula). Lidah-lidah ini merupakan alat penghisap air (misal tetes air hujan), dan seringkali dengan pperantaraan suatu trakeida mempunyai hubungan dengan batas-batas pembuluh pengangkutan (Tjitrosoepomo, 1994).
3. SISTEM REPRODUKSI
Selaginella adalah tumbuhan paku heterospor. Tumbuhan jenis ini menghasilkan mikrospora, yang dibentuk oleh mikrosporangium, dan megaspore dibentuk di dalam megasporangium. Kedua jenis sporangium tersebut terdapat pada sporofil yang berbeda, yaitu mikrosporofil dan megasporofil. Sporangium tunggal, terletak pada ketiak sporofil, yaitu diantara suatu sumbu dengan ligula. Umumnya kedua jenis sporofil tersebut bersama-sama tersusun pada sebuah strobilus (strobilus sporangiat). Spora berkembang secara endosporik, yaitu gametofit berkembang dibatasi oleh dinding spora (Koning, 1994).
Reproduksi seksual dari paku lumut dan pinus tanah diikuti oleh produksi dari sporangia. Tetapi paku lumut sporangia berkembang menjadi mikrosporofil dan makrosporofil menghasilkan mikrosporangia yang berisi beberapa mikrosporofit yang menjalani meiosis , memproduksi mikrospora yang tipis. Megasporangia dari megasporofil biasanya berisi megasporofit yang sesudah meiosis terbagi menjadi empat megaspore besar (Mader, 2001).
Masing-masing mikrospora dapat menjadi gametofit jantan terdiri dari anteridium bulat dikelilingi selubung steril (antheredium) dari sel tanpa dinding mikrospora. Masing-masing sel sperma dengan flagella diproduksi dalam masing-masing antheredium. Megaspora yang besar berkembang menjadi gametofit betina yang juga strukturnya sederhana. Selanjutnya gametofit sempurna dan matang, meskipun itu terdiri dari banyak sel yang telah diproduksi di dalam mega spora . Dengan meningkatnya ukuran, akhirnya pecah dan menebalkan dinding spora dan memproduksi beberapa arkegonia dalam kantong tertutup . Perkembangan dari keduanya, gemetofit jantan dan betina sering dimulai sebelum spora muncul dari kotak sporangia. Fertilisasi dan perkembangan sporofit baru adalah sama pada pinus tanah lainnya (Mader, 2001).
4. SIKLUS HIDUP
Yang pertama inti spora membelah secara bebas menjadi banyak, yang lalu tersebar dalam plasma pada bagian atas spora. Baru kemudian mulai terbentuk dinding - dinding sel yang meluas kebawah, sehingga akhirnya seluruh spora terisi dengan sel sel protalium. Bersamaan dengan itu sel- sel membelah-belah terus menjadi sel sel kecil, dan pada bagian atas protalium mulai terbentuk beberapa arkegonium. Akhirnya dinding makrospora pecah, dan protalium yang terdiri dari sel-sel kecil dan tidak berwarna tersembur keluar,dan membentuk 3 rizoid pada 3 tempat (Tjitrosoepomo, 1994).
Setelah satu atau beberapa arkegonium dibuahi, mulailah perkembangan embrionya yang biasanya bersifat endoskopik. Untuk membebaskan diri dari protalium, Embrio yang endoskopik membelok seperti pada Lycoodium. Calon akar baru di bentuk kemudian. Pertumbuhan memanjang berlangsung dengan perantaraan suatu sel ujung sebagai sel pemulanya (Tjitrosoepomo, 1994).
Gambar di atas merupakan siklus dari sporofit selaginella secara sederhana, yakni megaspore dan mikrospora dibentuk dari proses miosis, kemudia megaspores menghasilkan gametofit betina yang merupakan arkegonium, dan dari arkegonium ini menjadi telur. Dan pada mikrospora yang dihasilkan dari gametofit jantan, gamet jantan atau antheredium, dari antheridium ini menghasilkan sperma yang berflagel (Koning, 1994).
Sporofit yang sudah matang akan menghasilkan sporangium dengan pembelahan meiosis sporangium ini menghasilkan spora kemudian spora ini berkembang dan terus berkembang menjadi gametofit muda dan gametofit ini menghasilkan antheridium dan arkegonium, pada arkegonium menghasilkan sel telur (egg), dan pada antheridium menghasilkan sperma kemudian sperma dan sel telur ini mengalami fertizasi yang dari fertlizasi ini menghasilkan zigot. Zigot mengalami pembelahan mitosis dan menghasilkan spora baru yang terdapat pada daun dan gamtofit pada akar (Koning, 1994).
Mikrospora berkembang menjadi mikrogametofit dengan membentuk Sembilan buah sel steril yang kemudian rusak, dan banyak spermatozoid yang biflagel. Megaspora berkembang menjadi megagametofit diawali dengan pembelahan inti bebas. Pemeblahan inti bebas adalah suatu peristiwa pembelahan yang dimulai dengan perbanyakan inti, baru kemudian diikuti dengan pembentukan dinding sel. Megagametofit dapat dibedakan menjadi daerah nutritif dan daerah gametofit. Pada daerah generative terdapat arkegonium, pada daerah ini terdapat rizoid. Arkegonium mempunyai sel saluran leher, sel saluran perut, dan sel telur masing-masing sebuah. Pada saat arkegonium masak, sel saluran leher dan sel saluran perut rusak, membentuk lendir, menyerapa air, menekan dinding, dan menyebabkan hubungan sel leher yang paling ujung merenggang (Koning, 1994).
5. KUNCI IDENTIFIKASI
6. CONTOH SPESIES
1. Selaginella plana
(Forest, 2008)
Di tempat yang teduh biasanya daunnya menjadi kebiruan sehingga menambah indahnya tumbuhan ini. Perawakan maupun bentuknya serupa rane halus (Selaginella willdenowii) (Selaginella willdenowii) daun-daun suburnya lebih lancip. Susunannya pun lebih rapat. Batangnya terletak di permukaan tanah dan kadang-kadang berakar membentuk tanaman baru. Di daerah yang cocok tumbuhan ini mencapai panjang 1 m (Listyorini, 1980).
. Hanya saja ukuran daun lebih lebar. Daunnya kecil-kecil dan tersusun melingkari batangnya. Berbeda dengan rane halusDi antara tumbuhan rasam yang tidak lebat di lereng-lereng bukit di Jawa Barat, sering dijumpai jenis paku lain yang disebut rane biru. Tumbuhan ini hanya terdapat di daerah yang lembap dan teduh. Selain sebagai tanaman hias, rane biru ini telah lama dikenal sebagai obat penasak darah dan obat ulu hati (Listyorini, 1980).
2. Selaginella tamariscina
(Forest, 2008)
Batang semu panjangnya lebih dari 10 cm, berdiameter 2 cm, terdiri dari kumpulan akar, rizhopora dan batang. Batang kaku dekat pucuk/ apex ; daun lateral/ samping berjumlah dua sampai tiga lembaran, kuat dalam kondisi kering dalam tinggi 20 cm ; pecabangan terakhir luasnya 2-3 mm. Daun ventral asimetrik dan elip, panjang mencapai pucuk/ apex, permukaan dasarnya bundar, panjang 1.5-2 mm ; tepi bergerigi, bertekstur papyraceous sampai subcoriaceous, daun hijau pada permukaan atas dan bawah, sel pembuluh di bawah ; daun dorsal / belakang asimetrik dan oval, panjang pangkal sama dengan panjang ujung pada apex atau pucuk, bergerigi pada tepi. Bulir berdiameter dalam 2 mm ; sporofil berbentuk seperti telur, panjang mencapai pucuk, dan tepi bergerigi (Nandhasri, 1979) .
Paku ini dapat ditemukan di Asia Timur, Siberia Timur, Manchuria dan Hokkaido (Jepang Utara), Filiphina Selatan dan Lombok. Habitatnya pada celah batu gamping kering dan batu karang di sekitar ketinggian 2000 m (Nandhasri, 1979).
3. Selaginella willdenowii
(Forest, 2008)
Selaginella willdenowii disebut juga rane halus. Rane halus seperti halnya jenis Selaginella lainnya termasuk jenis paku yang mempunyai daun yang berukuran kecil. Pada umumnya ental berwarna hijau tetapi pada keadaan tertentu misalnya di tempat yang teduh warna itu akan berubah menjadi kebiruan. Entalnya berbentuk bulat lonjong, kecil dan kaku, menggerombol di ujung batang sehingga tampak menutupi batangnya. Karena sifat inilah rane halus baik digunakan untuk tanaman hias sebagai penutup tanah. Batangnya tegak dan bersisik halus. Kadang-kadang mempunyai percabangan yang menyirip. Seringkali rane halus ini membentuk belukar yang cukup lebat. Daun-daun subur terangkai dalam bentuk strobili yang bentuknya seperti tabung. Daun-daun subur tersebut pendek, melebar, dan tumpul (Listyorini, 1980).
Hidupnya di tanah terutama di tempat yang basah baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi hingga ketinggian 1200 m. tumbuhan ini mulai diperkenalkan orang sebagai tanaman hias karena entalnya mempunyai warna yang mudah berubah. Rane hidup tersebar di Asia Tenggara dan dapat di lihat di kebun Raya Bogor. Di Jawa, tumbuhan ini pernah dilaporkan digunakan untuk ramuan jamu atau obat yang diminum. Daun mudanya dapat juga di makan seperti sayuran yang bertujuan untuk pengobatan. Di samping itu dapat dipakai pula untuk obat penyakit kulit yang dicampur dengan Anethum graveolens dan Alyxia sp. Di Malaya tumbuhan inni dipaki pula sebagai obat sakit panas. Abu rane halus dapat digunakan sebagai obat gosok pada sakit punggung (Listyorini, 1980).
4. Selaginella intermedia
(Forest, 2008)
Selaginella intermedia disebut juga rane lumut. Rane lumut merupakan salah satu jenis paku-pakuan yang belum dikenal kegunaannya. Paku ini berkerabat sangat dekat dengan rane biru (Selaginella plana) dan rane halus (Selaginella willdenowii). Oleh karenanya baik bentuk tubuhnya, perdaunannya dan strobilinya menyerupai kedua rane itu. Sekarang tumbuhann ini telah mulai diperkenalkan orang untuk dipakai sebagai tanaman hias. Hal itu disebabkan karena bentuk daunnya yang kecil dan indah serta percabangannya yang banyak pada bagian ujungnya. Penjual tanaman hias di Bogor memeliharanya pada petak-petak pinggir sawah yang dekat pepohonan besar. Mereka menjualnya dalam pot-pot kecil atau dalam bentuk lempengan (Listyorini, 1980).
Di alam tumbuhan ini terdapat di lereng-lereng bukit. Tumbuhnya seringkali bercampur dengan Lygodium, Gleichenia, dan Selaginella lainnya. Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat yang lembab dan berair dan banyak dijumpai pada ketinggian 600 m dpl. Di sebut intermedia karena ukurannya yang terletak antara rane biru dan rane halus (Listyorini, 1980).
5. Selaginella wallichi
(Forest, 2008)
Tumbuhan ini ketinggiannya lebih dari 50 cm. Batang lurus, dan biasanya berdiameter 2-3 mm ; daun lateral sempit, membujur dan lanset, panjang sekitar 15 cm, lebar 5 cm, terdiri dari 15-30 pasang percabangan di bawah tepi yang berbeda; daun lateral berduri di atas 8 mm, menaik, membentuk sudut 45 derajat, linear lanset, panjang di atas 2.5 cm, dan lebar 5 mm. Daun ventral sedikit, membujur, bertepi dengan batas membran kartilago, panjang sekitar 3 mm, dan lebar 1 mm, menaik, membentuk sudut sekitar 60 derajat ; daun dorsal panjangnya 1.5 mm. Bulir panjangnya lebih dari 3 cm, diameter di atas 1.3 mm ; sporofil membujur-subtriangular, panjang sekitar 1.4 mm dan lebar 0.8 mm (Nandhasri, 1979) .
Distribusi paku ini terdapat pada Burma Selatan, Indochina, Malaya, Sumatra dan Borneo. Habitatnya terrestrial, biasanya di tempat basah dekat sungai atau pada ketinggian yang rendah (Nandhasri, 1979) .
6. Selaginella involvens
(Forest, 2008)
Batang terbagi menjadi dua bagian, rhizoma dan batang tegak; rhizoma merambat di bawah lumut, daun jarang berwarna coklat, berdiameter 1.5-2 mm ; batang tega utama panjangnya 15-40 cm, dan lebar 0.7 mm ; tepi keseluruhan bergigi dekat tepi, bertekstur papyraceous, hijau kekuning-kuningan , kadang-kadang kemerahan ; daun dorsal elip, begigi pada tepi. Bulir berdiameter sekitar 1 mm ; sporofil oval subtriangular dengan panjang pucuk sekitar 1 mm , dengan tepi bergigi (Nandhasri, 1979) .
Distribusi paku ini berada di Ceylon, India, Burma, China, Indochina, Korea Selatan, Jepang sampai Taiwan, Borneo, Celebes and Flores. Habitat paku ini terdapat pada pegunungan atau batuan cadas pada hutan lebat (Nandhasri, 1979) .
7. Selaginella minutifolia
(Forest, 2008)
Selaginella minutifolia merupakan tumbuhan kecil yang panjangnya kurang dari 10 cm. Cabang utama diameternya kurang dari 0.7 mm dan berdaun 3 cm. Cabang pokok sederhana dan bipinnate ; cabang akhir berukuran 1.5- 2.5 mm. Daun ventral dapat tumbuh ke atas, membujur, dan bulat pada pucuknya, pada dasarnya bulatannya tidak sama, panjang cabang pokok sekitar 2 mm, dan luas 1.8 mm ; tepi bertepi putih, bergigi, dan bertekstur tipis hijau kuning ; daun dorsal elip dengan panjang pucuk 0.3 mm, bertepi putih. Lebar bulir sekitar 1.5 mm ; sporofil dimorfik, bergigi halus, dan bertepi putih (Nandhasri, 1979) .
Habitat paku ini pada daerah kering, agak lembap, celah pasir atau batu karang pada hutan tropis (Nandhasri, 1979) .
8. Selaginella kraussiana
(Forest, 2008)
Karakteristik dari spesies ini adalah (Halloran, 2005) :
• Perawakan seperti tanaman pakis
• Batang ramping dan bercabang tidak teratur
• Akar dihasilkan pada nodus batang
• daun hijau tipis, berbaring sepanjang batang
• bulat kerucut sampai 1cm panjang berisi spora
• Akar dihasilkan pada nodus batang
• daun hijau tipis, berbaring sepanjang batang
• bulat kerucut sampai 1cm panjang berisi spora
Tumbuhan ini panjangnya lebih dari 12 cm, tetapi terkadang di atas 25 cm. Batang utama merambat dan percabangannya di dekatnya, berdiameter sekitar 0.7 mm, lurus, rhizophora merambat pada bagian basal. Daun ventral menaik, kadang menurun pada batang utama dan cabang utama, panjang lebih dari 2 mm, lebar 1 mm, bersilia dekat akhir pucuk; bertekstur herbaceous, hijau terang ; daun dorsal berbaris sampai pucuk, bersilia, bertepi putih. Bulir berdiameter sekitar 1.2 mm ; sporofil ventral lebih kecil , membujur subtriangular, parallel langsung pada porosnya, bersilia, bertepi putih ; sporofil dorsal tetap atau menaik, lebih besar (Nandhasri, 1979) .
Distribusi paku inni dapat ditemukan di Assam sampai Burma dan Malaya. Habitatnya di celah pegunungan atau celah lumut di hutan pada ketinggian sedang (Nandhasri, 1979) .
9. Selaginella ornata
( Mai, 2010 )
Di antara jenis-jenis tumbuhan paku yang tumbuh di lereng-lereng bukit , seringkali terdapat paku lumut atau pakis lumut. Agaknya nama pakis lumut ini disesuaikan dengan bentuk tumbuhannya yang berdaun kecil. Panjang daun kira-kira 2 mm dan lebar 1 mm. tumbuhnya menjalar di tanah menyerupai lumut. Daun tersusun berselang-seling di sepanjang batangnya. Daun-daun tersebut bertekstur halus. Batangnya sendiri biasanya bercabang dua lagi, demikian seterusnya. Daun-daun suburnya tersusun di dalam karangan yang menyerupai bulir. Karangan atau bulir ini disebut strobilus. Strobilinya terletak di ujung percabangan dengan bentuk seperti kumpai yang warnanya hijau keputihan (Listyorini, 1980).
Pakis lumut dapat tumbuh baik di tempat yang lembab di lereng-lereng bukit pada ketinggian 400-1800 m dpl. Pertumbuhannya bagus karena dapat menutupi tempat tumbuhnya. Kegunaannya yang pasti masih belum di ketahui. Namun sekarang mulai dimanfaatkan untuk tanaman hias penutup tanah dekat kolam (Listyorini, 1980).
7. MANFAAT
Menurut Setyawan AD. (2011) dalam jurnalnya menyatakan bahwa manfaat dari Genus Selaginella (Selaginellaceae) adalah :
1. Selaginella adalah bahan baku obat yang potensial, yang mengandung beragam metabolit sekunder seperti alkaloid, fenolik (flavonoid), dan terpenoid.
2. Spesies ini secara tradisional digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit terutama untuk luka, nifas, dan gangguan haid. Biflavonoid, suatu bentuk dimer dari flavonoid, adalah salah satu produk alam yang paling berharga dari Selaginella, yang meliputi sekurang-kurangnya 13 senyawa, yaitu amentoflavone, 2′,8”-biapigenin, delicaflavone, ginkgetin, heveaflavone, hinokiflavone, isocryptomerin, kayaflavone, ochnaflavone, podocarpusflavone A, robustaflavone, sumaflavone, dan taiwaniaflavone.
3. Secara ekologis, tumbuhan menggunakan biflavonoid untuk merespon kondisi lingkungan seperti pertahanan terhadap hama, penyakit, herbivora, dan kompetisi, sedangkan manusia menggunakan biflavonoid secara medis terutama untuk antioksidan, anti-inflamasi, dan anti karsinogenik.
4. Selaginella juga mengandung trehalosa suatu disakarida yang telah lama dikenal untuk melindungi dari pengeringan dan memungkinkan bertahan terhadap tekanan lingkungan hidup yang keras. Senyawa ini sangat berpotensi sebagai stabilizer molekul dalam industri berbasis sumberdaya hayati.
Menurut Hidajati (2008) dalam jurnalnya :
1. Ekstrak etil asetat bagian aerial Selaginella plana mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid
Menurut Listyorini (1980), peranan tumbuhan paku adalah:
1. Sebagai ramuan obat
2. Sebagai sayuran untuk di makan
3. Sebagai tanaman hias dan penutup tanah
DAFTAR PUSTAKA
Allaby, Michael. 1998. "Selaginellaceae." A Dictionary of Plant Sciences.. Encyclopedia.com. Diakses pada hari kamis tanggal 28 April 2011 pukul 5.47 WIB.
Dasuki, Undang Ahmad. 1991. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.
Forest and Kim Starr. 2008. Plants of Hawaii, Image 080117-1776 from http://www.hear.org/starr/plants/images/image/?q=080117-1776. Diakses pada hari jumat tanggal 29 April 2011 pukul 10.48 WIB.
Halloran, D. O. 2005. http://www.ecan.govt.nz/weeds. Diakses pada hari kamis tanggal 28 April 2011 pukul 5.56 WIB.
Koning, Ross E. 1994. Selaginella. Plant Physiology Information Website.
Loveless, A. R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Jakarta : Gramedia.
Mader, Sylvia. 2001. Biology. Amerika : MC Graw Hill Companies. Hal 565-567.
Nandhasri, Siri. 1979. Flora of Thailand Volume Three Part One. Bangkok: The Tistr Press.
Setyawan AD. 2011. Natural products from Genus Selaginella (Selaginellaceae). Nusantara Bioscience 3: 44-58.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1994. Taksonomi Tumbuhan (Schizophytha, Thalophytha, Bryophytha). Bandung : UGM Press.
Mai, Nimit Rd., Samwha Tawan Ork, Klong Samwha, 2010. www.fernSiam.net & www.fernSiam.com. Bangkok, Thailand. Diakses pada hari kamis tanggal 28 April 2011 pukul 5.34 WIB.
No comments:
Post a Comment